(Unila) : Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., berharap kampusnya bisa menjadi tempat observasi pelestarian adat dan budaya Lampung. Observasi menurutnya tidak sebatas penelitian, namun perlindungan, pelestarian, serta pemanfaatan bahasa, seni, dan budaya Lampung. Demikian disampaikan Sugeng usai membuka Lokakarya Rekontekstualisasi Adat Budaya Lampung dalam rangka Dies Natalis Unila ke-49.
“Unila punya dua modal utama sehingga bisa dijadikan wadah observasi. Yaitu adanya program studi (prodi) Pendidikan Seni dan Budaya di FKIP serta Pusat Studi Seni Budaya yang ada di Lembaga Penelitian. Dua hal ini apabila dijadikan satu, sudah bisa ikut berperan dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Lampung,” ujarnya saat memberikan sambutan, Senin (22/9).
Guru Besar Manajemen Kehutanan Unila ini mewacanakan, dirinya berencana membuka prodi Seni dan Budaya Lampung di Unila sebagai upaya pelestarian di tengah-tengah memudarnya bahasa dan adat budaya Lampung. Akan tetapi, sambungnya, rencana tersebut tidak mungkin terwujud apabila pemerintah provinsi maupun daerah tidak turut berkontribusi dalam hal penyerapan dan pemberdayaan lulusan prodi tersebut.
“Unila sebagai perguruan tinggi yang berada di Lampung punya kewajiban dalam menciptakan sumber daya manusia yang mengerti bahasa Lampung. Untuk itu saya tekankan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk ikut berperan karena ini merupakan tanggung jawab bersama. Bahkan jika perlu menyisihkan sebagian anggaran demi kemajuan dan pengembangan budaya Lampung sebagai identitas masyarakat Lampung,” tegasnya.
Ketua Lembaga Penelitian Unila Dr. Eng. Admi Syarif selaku ketua panitia menambahkan, dalam mengembangkan dan melestarikan budaya Lampung mulai muncul tanda-tanda ketersisihan yang berpotensi menjadi keterlupaan. Terlebih di tengah-tengah isu modern yang berkembang saat ini. Oleh karena itu pihaknya mengundang para tokoh adat Lampung untuk duduk bersama dalam lokakarya ini dengan tujuan menyamakan visi juga cara pandang dalam hal pelestarian bahasa, seni, dan adat budaya Lampung.
“Jadi bagaimana kita bisa menyesuaikan konteks budaya modern, tapi tentunya dengan tidak membuang nilai-nilai yang baik dari ciri khas budaya Lampung itu sendiri. Mudah-mudahan kegiatan ini bisa mengembalikan cara pandang yang selama ini berbeda, menjadi satu kemufakatan. Saya berharap ke depan akan ada MoU tentang seni budaya antara Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL), gubernur, wali kota, dan bupati di Lampung,” paparnya.[] Inay